Nama : Gita Nurul Azania
NPM : 23213757
Kelas : 2EB15
PT Freeport Indonesia
Sejarah Freeport
PT Freeport
Indonesia adalah sebuah perusahaan afiliasi dari Freeport-McMoRan Copper &
Gold Inc.. PT Freeport Indonesia menambang, memproses dan melakukan eksplorasi
terhadap bijih yang mengandung tembaga, emas, dan perak. Beroperasi di daerah
dataran tinggi di kabupaten Mimika, provinsi Papua, Indonesia. Freeport
Indonesia memasarkan konsentrat yang mengandung tembaga, emas dan perak ke
seluruh penjuru dunia.
Awal mula PT
Freeport Indonesia berdiri, sesungguhnya terdapat kisah perjalanan yang unik
untuk diketahui. Pada tahun 1904-1905 suatu lembaga swasta dari Belanda
Koninklijke Nederlandsche Aardrijkskundig Genootschap (KNAG) yakni Lembaga
Geografi Kerajaan Belanda, menyelenggarakan suatu ekspedisi ke Papua Barat Daya
yang tujuan utamanya adalah mengunjungi Pegunungan Salju yang konon kabarnya
ada di Tanah Papua.
Catatan
pertama tentang pegunungan salju ini adalah dari Kapten Johan Carstensz yang
dalam perjalanan dengan dua kapalnya Aernem dan Pera ke “selatan” pada tahun
1623 di perairan sebelah selatan Tanah Papua, tiba-tiba jauh di - pedalaman
melihat kilauan salju dan mencatat di dalam buku hariannya pada tanggal 16
Februari 1623 tentang suatu pegungungan yang “teramat tingginya” yang pada
bagian-bagiannya tertutup oleh salju. –Catatan Carsztensz ini menjadi cemoohan
kawan-kawannya yang menganggap Carstensz hanya berkhayal.
Walaupun
ekspedisi pertama KNAG tersebut tidak berhasil menemukan gunung es yang
disebut-sebut dalam catatan harian Kapten Carstensz, inilah cikal bakal
perhatian besar Belanda terhadap daerah Papua. Peta wilayah Papua pertama kali
dibuat dari hasil ekspedisi militer ke daerah ini pada tahun 1907 hingga 1915.
Ekspedisi-ekspedisi militer ini kemudian membangkitkan hasrat para ilmuwan
sipil untuk mendaki dan mencapai pegunungan salju.
Beberapa
ekspedisi Belanda yang terkenal dipimpin oleh Dr. HA.Lorentz dan Kapten A.
Franzen Henderschee. Semua dilakukan dengan sasaran untuk mencapai puncak
Wilhelmina (Puncak Sudirman sekarang) pada ketinggian 4,750 meter. Nama Lorentz
belakangan diabadikan untuk nama Taman Nasional Lorentz di wilayah suku Asmat
di pantai selatan.
Pada
pertengahan tahun 1930, dua pemuda Belanda Colijn dan Dozy, keduanya adalah
pegawai perusahaan minyak NNGPM yang merencanakan pelaksanaan cita-cita mereka
untuk mencapai puncak Cartensz. Petualangan mereka kemudian menjadi langkah
pertama bagi pembukaan pertambangan di Tanah Papua empat puluh tahun kemudian.
Pada tahun
1936, Jean Jacques Dozy menemukan cadangan Ertsberg atau disebut gunung bijih,
lalu data mengenai batuan ini dibawa ke Belanda. Setelah sekian lama bertemulah
seorang Jan Van Gruisen – Managing Director perusahaan Oost Maatchappij, yang
mengeksploitasi batu bara di Kalimantan Timur dan Sulawesi Tengggara dengan kawan
lamanya Forbes Wilson, seorang kepala eksplorasi pada perusahaan Freeport
Sulphur Company yang operasi utamanya ketika itu adalah menambang belerang di
bawah dasar laut. Kemudian Van Gruisen berhasil meyakinkan Wilson untuk
mendanai ekspedisi ke gunung bijih serta mengambil contoh bebatuan dan
menganalisanya serta melakukan penilaian.
Pada awal
periode pemerintahan Soeharto, pemerintah mengambil kebijakan untuk segera
melakukan berbagai langkah nyata demi meningkatkan pembanguan ekonomi. Namun
dengan kondisi ekonomi nasional yang terbatas setelah penggantian kekuasaan,
pemerintah segera mengambil langkah strategis dengan mengeluarkan Undang-undang
Modal Asing (UU No. 1 Tahun 1967).
Pimpinan
tertinggi Freeport di masa itu yang bernama Langbourne Williams melihat peluang
untuk meneruskan proyek Ertsberg. Dia bertemu Julius Tahija yang pada zaman
Presiden Soekarno memimpin perusahaan Texaco dan dilanjutkan pertemuan dengan
Jendral Ibnu Sutowo, yang pada saat itu menjabat sebagai Menteri Pertambangan
dan Perminyakan Indonesia. Inti dalam pertemuan tersebut adalah permohonan agar
Freeport dapat meneruskan proyek Ertsberg. Akhirnya dari hasil pertemuan demi
pertemuan yang panjang Freeport mendapatkan izin dari pemerintah untuk
meneruskan proyek tersebut pada tahun 1967. Itulah Kontrak Karya Pertama
Freeport (KK-I). Kontrak karya tersebut merupakan bahan promosi yang dibawa
Julius Tahija untuk memperkenalkan Indonesia ke luar negeri dan misi pertamanya
adalah mempromosikan Kebijakan Penanaman Modal Asing ke Australia.
Sebelum 1967
wilayah Timika adalah hutan belantara. Pada awal Freeport mulai beroperasi,
banyak penduduk yang pada awalnya berpencar-pencar mulai masuk ke wilayah
sekitar tambang Freeport sehingga pertumbuhan penduduk di Timika meningkat.
Tahun 1970 pemerintah dan Freeport secara bersama-sama membangun rumah-rumah
penduduk yang layak di jalan Kamuki. Kemudian dibangun juga perumahan penduduk
di sekitar selatan Bandar Udara yang sekarang menjadi Kota Timika.
Pada tahun
1971 Freeport membangun Bandar Udara Timika dan pusat perbekalan, kemudian juga
membangun jalan-jalan utama sebagai akses ke tambang dan juga jalan-jalan di
daerah terpencil sebagai akses ke desa-desa Tahun 1972, Presiden Soeharto
menamakan kota yang dibangun secara bertahap oleh Freeport tersebut dengan nama
Tembagapura. Pada tahun 1973 Freeport menunjuk kepala perwakilannya untuk
Indonesia sekaligus sebagai presiden direktur pertama Freeport Indonesia.
Adalah Ali Budiarjo, yang mempunyai latar belakang pernah menjabat Sekretaris
Pertahanan dan Direktur Pembangunan Nasional pada tahun 1950-an, suami dari
Miriam Budiarjo yang juga berperan dalam beberapa perundingan kemerdekaan
Indonesia, sebagai sekretaris delegasi Perundingan Linggarjati dan anggota
delegasi dalam perjanjian Renville.
Masalahnya
ternyata sekarang sistem ekonomi yang diterapkan bersikap mendua. Karena
ternyata hak menguasai oleh negara itu menjadi dapat didelegasikan
kesektor-sektor swasta besar atau Badan Usaha Milik Negara buatan pemerintah
sendiri, tanpa konsultasi apalagi sepersetujuan rakyat. “Mendua” karena dengan
pendelegasian ini, peran swasta di dalam pengelolaan sumberdaya alam yang bersemangat
sosialis ini menjadi demikian besar, dimana akumulasi modal dan kekayaan
terjadi pada perusahaan-perusahaan swasta yang mendapat hak mengelola
sumberdaya alam ini.
Sedangkan
pengertian “untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat” menjadi sempit yaitu hanya
dalam bentuk pajak dan royalti yang ditarik oleh pemerintah, dengan asumsi
bahwa pendapatan negara dari pajak dan royalti ini akan digunakan untuk
sebasar-besar kemakmuran rakyat. Keterlibatan rakyat dalam kegiatan mengelola
sumberdaya hanya dalam bentuk penyerapan tenaga kerja oleh pihak pengelolaan
sumberdaya alam tidak menjadi prioritas utama dalam kebijakan pengelolaan
sumberdaya alam di Indonesia.
Pendapat tentang Freeport
PT. Freeport
Indonesia merupakan perusahaan afiliasi dari Freeport-McMoRan. PTFI menambang,
memproses dan melakukan eksplorasi terhadap bijih yang mengandung tembaga, emas
dan perak. Beroperasi di daerah dataran tinggi di Kabupaten Mimika Provinsi
Papua, Indonesia. Kompleks tambang milik kami di Grasberg merupakan salah satu
penghasil tunggal tembaga dan emas terbesar di dunia, dan mengandung cadangan
tembaga yang dapat diambil yang terbesar di dunia, selain cadangan tunggal emas
terbesar di dunia.
Menurut saya
PT Freeport itu tidak boleh ada di Indonesia , karena perusahaan itu sebenarnya
dimiliki oleh negara Asing. Hasil bumi yang ada di Indonesia di ambil oleh
negara lain dan dijual ke seluruh negara
serta hasilnya menjadi pendapatan negaranya bukan negara kita Indonesia.
Sedangkan pendapatan untuk negara Republik Indonesia ini hanyalah sedikit saja,
melainkan beberapa persen dari penghasilan.
PT Freeport ini bukan pendapatan negara, karena seharusnya perusahaan
yang berdiri disuatu wilayah bisa mensejahterakan wilayahnya. Tetapi faktanya
bahwa Papua Barat terkenal dengan kemiskinannya, pengganguranya dan kesehatan
sangatlah kurang terutama dalam air, karena air yang digunakan itu sudah
tercemar oleh limbah dari PT Freeport itu sendiri. Pekerja PT Freeport ini
sendiri, mempekerjakan dari luar bukan putra/putri bangsa. Tetapi sekarang PT
Freeport ini licik, semua karyawan yang dipekerjakan adalah warga seluruh
Indonesia supaya Pemerintah Indonesia sendiri dapat memperpanjang kontrak kerja
sama , karena mengurangi pengangguran yang ada.
Pesan untuk kedepannya
Supaya
memberhentikan PT Freeport di Papua Barat,
karena itu merupakan daerah Republik Indonesia dan seharusnya di
pergunakan untuk kesejahteraan bangsa Indonesia sendiri.
Referensi :