1. Kasus KAP
Andersen dan Enron
Kasus KAP Andersen dan
Enron terungkap saat Enron mendaftarkan kebangkrutannya ke pengadilan pada
tanggal 2 Desember 2001. Saat itu terungkap, terdapat hutang perusahaan yang
tidak dilaporkan, yang menyebabkan nilai investasi dan laba yang ditahan
berkurang dalam jumlah yang sama. Sebelum kebangkrutan Enron terungkap, KAP
Andersen mempertahankan Enron sebagai klien perusahaan, dengan memanipulasi
laporan keuangan dan penghancuran dokumen atas kebangkrutan Enron, dimana
sebelumnya Enron menyatakan bahwa pada periode pelaporan keuangan yang
bersangkutan tersebut, perusahaan mendapatkan laba bersih sebesar $ 393,
padahal pada periode tersebut perusahaan mengalami kerugian sebesar $ 644 juta
yang disebabkan oleh transaksi yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang
didirikan oleh Enron.
Komentar :
Contoh kasus yang
terjadi pada KAP Andersen dan Enron adalah sebuah pelanggaran etika profesi
akuntansi dan prinsip etika profesi, yaitu berupa pelanggaran tanggung jawab
–yang salah satunya adalah memelihara kepercayaan masyarakat terhadap jasa
profesional seorang akuntan. Pelanggaran prinsip kedua yaitu kepentingan
publik,pada kasus KAP Andersen dan Enron tersebut kurang dipegang teguhnya
kepercayaan masyarakat, dan tanggung jawab yang tidak semata-mata hanya untuk
kepentingan kliennya tetapi juga menitikberatkan pada kepentingan public. Jadi
seharusnya KAP Andersen dalam melakukan tugasnya sebagai akuntan harus
melakukan tindakan berdasarkan etika profesi akuntansi dan prinsip etika profesi.
2. Kasus
KPMG-Siddharta & Harsono
September
tahun 2001, KPMG-Siddharta Siddharta & Harsono harus menanggung malu.
Kantor akuntan publik ternama ini terbukti menyogok aparat pajak di Indonesia
sebesar US$ 75 ribu. Sebagai siasat, diterbitkan faktur palsu untuk biaya jasa
profesional KPMG yang harus dibayar kliennya PT Easman Christensen, anak
perusahaan Baker Hughes Inc. yang tercatat di bursa New York. Berkat aksi sogok ini, kewajiban pajak Easman memang
susut drastis. Dari semula US$ 3,2 juta menjadi hanya US$ 270 ribu. Namun,
Penasihat Anti Suap Baker rupanya was-was dengan polah anak perusahaannya.
Maka, ketimbang menanggung risiko lebih besar, Baker melaporkan secara suka
rela kasus ini dan memecat eksekutifnya. Badan pengawas pasar modal AS, Securities & Exchange Commission,
menjeratnya dengan Foreign Corrupt Practices Act, undang-undang anti korupsi
buat perusahaan Amerika di luar negeri. Akibatnya, hampir saja Baker dan KPMG
terseret ke pengadilan distrik Texas. Namun, karena Baker mohon ampun, kasus
ini akhirnya diselesaikan di luar pengadilan. KPMG pun terselamatan.
Komentar
:
Pada
kasus tersebut prinsip etika profesi yang dilanggar adalah tanggung jawab
prolesi, dimana seharusnya melakukan pertanggung jawaban sebagai profesional
yang senantiatasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam setiap
kegiatan yang dilakukannya. Selain itu seharusnya tidak melanggar prinsip etika
profesi yang kedua,yaitu kepentingan publik, yaitu dengan cara menghormati
kepercayaan publik. Kemudian tetap memelihara dan meningkatkan kepercayaan
publik sesuai dengan prinsip integritas. Seharusnya tidak melanggar juga
prinsip obyektivitas yaitu dimana setiap anggota harus menjaga
obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya.
3. Kasus Sembilan KAP
yang diduga melakukan kolusi dengan kliennya
Jakarta, 19 April 2001
.Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta pihak kepolisian mengusut sembilan
Kantor Akuntan Publik, yang berdasarkan laporan Badan Pengawas Keuangan
dan Pembangunan (BPKP), diduga telah melakukan kolusi dengan pihak bank yang
pernah diauditnya antara tahun 1995-1997. Koordinator ICW Teten Masduki
kepada wartawan di Jakarta, Kamis, mengungkapkan, berdasarkan temuan BPKP,
sembilan dari sepuluh KAP yang melakukan audit terhadap sekitar 36 bank
bermasalah ternyata tidak melakukan pemeriksaan sesuai dengan standar
audit.
Hasil audit tersebut
ternyata tidak sesuai dengan kenyataannya sehingga akibatnya mayoritas
bank-bank yang diaudit tersebut termasuk di antara bank-bank yang dibekukan
kegiatan usahanya oleh pemerintah sekitar tahun 1999. Kesembilan KAP tersebut
adalah AI & R, HT & M, H & R, JM & R, PU & R, RY, S &
S, SD & R, dan RBT & R. “Dengan kata lain, kesembilan KAP itu telah
menyalahi etika profesi. Kemungkinan ada kolusi antara kantor akuntan publik
dengan bank yang diperiksa untuk memoles laporannya sehingga memberikan laporan
palsu, ini jelas suatu kejahatan,” ujarnya. Karena itu, ICW dalam waktu dekat
akan memberikan laporan kepada pihak kepolisian untuk melakukan pengusutan
mengenai adanya tindak kriminal yang dilakukan kantor akuntan publik dengan
pihak perbankan.
ICW menduga, hasil
laporan KAP itu bukan sekadar “human error” atau kesalahan dalam penulisan
laporan keuangan yang tidak disengaja, tetapi kemungkinan ada berbagai penyimpangan
dan pelanggaran yang dicoba ditutupi dengan melakukan rekayasa akuntansi. Teten
juga menyayangkan Dirjen Lembaga Keuangan tidak melakukan tindakan
administratif meskipun pihak BPKP telah menyampaikan laporannya, karena itu
kemudian ICW mengambil inisiatif untuk mengekspos laporan BPKP ini karena
kesalahan sembilan KAP itu tidak ringan. “Kami mencurigai, kesembilan KAP itu
telah melanggar standar audit sehingga menghasilkan laporan yang menyesatkan
masyarakat, misalnya mereka memberi laporan bank tersebut sehat ternyata dalam
waktu singkat bangkrut. Ini merugikan masyarakat. Kita mengharapkan ada
tindakan administratif dari Departemen Keuangan misalnya mencabut izin kantor
akuntan publik itu,” tegasnya. Menurut Tetan, ICW juga sudah melaporkan
tindakan dari kesembilan KAP tersebut kepada Majelis Kehormatan Ikatan Akuntan
Indonesia (IAI) dan sekaligus meminta supaya dilakukan tindakan etis terhadap
anggotanya yang melanggar kode etik profesi akuntan.
Komentar :
Pada
kasus tersebut prinsip etika profesi yang dilanggar adalah tanggung jawab
prolesi, dimana seharusnya melakukan pertanggung jawaban sebagai profesional
yang senantiatasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam setiap
kegiatan yang dilakukannya. Selain itu seharusnya tidak melanggar prinsip etika
profesi yang kedua,yaitu kepentingan publik, yaitu dengan cara menghormati
kepercayaan publik. Kemudian tetap memelihara dan meningkatkan kepercayaan
publik sesuai dengan prinsip integritas. Seharusnya tidak melanggar juga
prinsip obyektivitas yaitu dimana setiap anggota harus menjaga
obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban
profesionalnya, dan melanggar prinsip kedelapan yaitu standar teknis Setiap
anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan
standar proesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan
berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari
penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan
obyektivitas.
4. Malinda
Palsukan Tanda Tangan Nasabah
JAKARTA, KOMPAS.com - Terdakwa kasus pembobolan dana
Citibank, Malinda Dee binti Siswowiratmo (49), diketahui memindahkan dana
beberapa nasabahnya dengan cara memalsukan tanda tangan mereka di formulir
transfer.
Hal ini terungkap dalam dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum di
sidang perdananya, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (8/11/2011).
"Sebagian tanda tangan yang ada di blangko formulir transfer tersebut
adalah tandatangan nasabah," ujar Jaksa Penuntut Umum, Tatang sutar
Malinda antara lain memalsukan tanda tangan Rohli bin
Pateni. Pemalsuan tanda tangan dilakukan sebanyak enam kali dalam formulir
transfer Citibank bernomor AM 93712 dengan nilai transaksi transfer sebesar
150.000 dollar AS pada 31 Agustus 2010. Pemalsuan juga dilakukan pada formulir
bernomor AN 106244 yang dikirim ke PT Eksklusif Jaya Perkasa senilai Rp 99
juta. Dalam transaksi ini, Malinda menulis kolom pesan, "Pembayaran Bapak
Rohli untuk interior".
Pemalsuan lainnya pada formulir bernomor AN 86515 pada
23 Desember 2010 dengan nama penerima PT Abadi Agung Utama. "Penerima Bank
Artha Graha sebesar Rp 50 juta dan kolom pesan ditulis DP untuk pembelian unit
3 lantai 33 combine unit," baca jaksa.
Masih dengan nama dan tanda tangan palsu Rohli, Malinda mengirimkan uang
senilai Rp 250 juta dengan formulir AN 86514 ke PT Samudera Asia Nasional pada
27 Desember 2010 dan AN 61489 dengan nilai uang yang sama pada 26 Januari 2011.
Demikian pula dengan pemalsuan pada formulir AN 134280 dalam pengiriman uang
kepada seseorang bernama Rocky Deany C Umbas sebanyak Rp 50 juta pada 28
Januari 2011 untuk membayar pemasangan CCTV milik Rohli.
Adapun tanda tangan palsu atas nama korban N Susetyo
Sutadji dilakukan lima kali, yakni pada formulir Citibank bernomor No AJ 79016,
AM 123339, AM 123330, AM 123340, dan AN 110601. Secara berurutan, Malinda
mengirimkan dana sebesar Rp 2 miliar kepada PT Sarwahita Global Management, Rp
361 juta ke PT Yafriro International, Rp 700 juta ke seseorang bernama Leonard
Tambunan. Dua transaksi lainnya senilai Rp 500 juta dan 150 juta dikirim ke
seseorang bernamVigor AW Yoshuara.
"Hal ini sesuai dengan keterangan saksi Rohli bin Pateni dan N Susetyo
Sutadji serta saksi Surjati T Budiman serta sesuai dengan Berita Acara
Pemeriksaan laboratoris Kriminalistik Bareskrim Polri," jelas Jaksa.
Pengiriman dana dan pemalsuan tanda tangan ini sama sekali tak disadari oleh
kedua nasabah tersebut.
5. Kasus
Mulyana W Kusuma.
Kasus ini terjadi sekitar tahun 2004. Mulyana W Kusuma
sebagai seorang anggota KPU diduga menyuap anggota BPK yang saat itu akan
melakukan audit keuangan berkaitan dengan pengadaan logistic pemilu. Logistic
untuk pemilu yang dimaksud yaitu kotak suara, surat suara, amplop suara, tinta,
dan teknologi informasi. Setelah dilakukan pemeriksaan, badan dan BPK meminta
dilakukan penyempurnaan laporan. Setelah dilakukan penyempurnaan laporan, BPK
sepakat bahwa laporan tersebut lebih baik daripada sebelumnya, kecuali untuk
teknologi informasi. Untuk itu, maka disepakati bahwa laporan akan diperiksa
kembali satu bulan setelahnya.
Setelah lewat satu bulan, ternyata laporan tersebut
belum selesai dan disepakati pemberian waktu tambahan. Di saat inilah terdengar
kabar penangkapan Mulyana W Kusuma. Mulyana ditangkap karena dituduh hendak
melakukan penyuapan kepada anggota tim auditor BPK, yakni Salman Khairiansyah.
Dalam penangkapan tersebut, tim intelijen KPK bekerjasama dengan auditor
BPK. Menurut versi Khairiansyah ia bekerja sama dengan KPK memerangkap
upaya penyuapan oleh saudara Mulyana dengan menggunakan alat perekam gambar
pada dua kali pertemuan mereka.
Penangkapan ini menimbulkan pro dan kontra. Salah satu
pihak berpendapat auditor yang bersangkutan, yakni Salman telah berjasa
mengungkap kasus ini, sedangkan pihak lain berpendapat bahwa Salman tidak
seharusnya melakukan perbuatan tersebut karena hal tersebut telah melanggar
kode etik akuntan
6. Kasus Bapepam-LK menjatuhkan sanksi pada perusahaan
sekuritas dan lembaga profesi penunjang (2007).
Badan Pengawas Pasar
Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) telah menjatuhkan sanksi sebesar
Rp5,964 miliar kepada perusahaan sekuritas dan lembaga profesi penunjang.
Denda terbesar dikenakan pada kasus PT Agis Tbk yang menyeret sekitar 15
perusahaan sekuritas dengan total denda Rp5,3 triliun. Buntut kasus Agis juga
berujung pada pencabutan izin usaha Republic Securities dan izin perorangan
atas nama Benny Ekayana Sutanto. Kepala Biro Lembaga Transaksi dan Lembaga Efek
Bapepam-LK Arif Baharudin mengatakan, dalam transaksi perdagangan saham, kasus
Agis memang paling menonjol pada tahun ini. Sementara untuk perusahaan
sekuritas yang dikenakan sanksi disebabkan kurang memperhatikan aturan yang
ada. "Agis memang paling menonjol dan semoga tidak ada kasus yang lebih
besar lagi," kata dia, seperti dikutip di Jakarta, Jumat (23/11/2007).Arif
mengingatkan, agar anggota bursa selalu dapat mengikuti peraturan yang ada,
menyusul dipublikasikannya berbagai peraturan baru yang telah diterbitkan
Bapepam-LK. Otoritas pasar modal itu juga telah menyosialisasikan
peraturan-peraturan yang dinilai berkaitan langsung anggota bursa. Selain itu,
Bapepam-LK telah menjatuhkan denda kepada lembaga profesi penunjang yang
terdiri atas 13 penilai dan tiga perusahaan penilai karena melanggar peraturan
VIII.C.1 yaitu Pendaftaran Penilai yang Melakukan Kegiatan Pasar Modal. Adapun
14 akuntan publik melanggar peraturan VIII.A.1, yaitu Pendaftaran Akuntan yang
Melakukan Kegiatan di Pasar Modal. Otoritas pasar modal juga membekukan izin
usaha enam akuntan publik dan memberikan peringatan tertulis kepada 13 akuntan
publik. Kepala Biro Standar Akuntansi dan Keterbukaan Bapepam- LK Anis Baridwan
mengatakan, peringatan tertulis kepada akuntan publik diberikan karena tidak
mengikuti pendidikan profesi lanjutan (PPL) selama dua tahun berturut- turut.
Otoritas pasar modal itu kini mendorong agar para akuntan publik terus
mengikuti PPL. "Kita sudah mewanti-wanti kepada akuntan publik untuk ikut
PPL. Jadi, tahun ini diharapkan tidak ada yang diberikan sanksi lagi,"
ujarnya. Subbagian Penetapan Sanksi dan Transaksi dan Lembaga Efek Biro
Perundang-undangan dan Bantuan Hukum Bapepam- LK mencatat sebanyak 67 perusahaan
sekuritas dijatuhi sanksi dengan total Rp5,817 miliar. Angka itu terdiri atas
52 perusahaan sekuritas yang terlambat menyerahkan laporan kegiatan penjamin
emisi efek sebesar Rp517,6 juta dan Rp5,3 miliar berasal dari pelanggaran dalam
kasus Agis.
7. Kasus Menkeu Bekukan Izin Pengaudit Electronic Solution
(2008)
Menteri Keuangan Sri
Mulyani Indawati membekukan izin Akuntan Publik Drs Oman Pieters Arifin karena
melanggar Standar Auditing (SA), dan Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP).
Pelanggaran itu dilakukan dalam audit Laporan Keuangan PT Electronic Solution
Indonesia 2007."Pencabutan izin tersebut tertuang dalam Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 305/KM.1/2008 tanggal 29 April 2008 dan berlaku selama 9 bulan
sejak tanggal ditetapkannya keputusan dimaksud," ujar Kepala Biro Depkeu
Samsuar Said, dalam keterangan tertulis, di Jakarta, Sabtu (24/5/2008).Selama
masa pembekuan izin, Drs Oman Pieters Arifin juga dilarang menjajakan jasa
akuntan. Meliputi jasa atestasi yang termasuk audit umum atas laporan keuangan,
jasa pemeriksaan atas laporan keuangan prospektif, jasa pemeriksaan atas
pelaporan informasi keuangan proforma. "Seusai Pasal 2 Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 17/PMK.01/2008 tentang Jasa Akuntan Publik," kata Samsuar.Selain
itu, yang bersangkutan dilarang memberikan jasa audit lainnya serta jasa yang
berkaitan dengan akuntansi, keuangan, manajemen, kompilasi, perpajakan, dan
konsultasi sesuai dengan kompetensi Akuntan Publik dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.Drs. Oman juga dilarang menjadi Pemimpin dan
atau Pemimpin Rekan dan atau Pemimpin Cabang Kantor Akuntan Publik, serta wajib
mengikuti Pendidikan Profesi Berkelanjutan (PPL), dan tetap bertanggung jawab
atas jasa-jasa yang telah diberikan
8. Kasus Menkeu bekukan izin KAP Tahrir Hidayat & AP Dody Hapsoro (2008)
Menteri Keuangan Sri
Mulyani membekukan izin kantor akuntan publik (KAP) Drs Tahrir Hidayat dan
Akuntan Publik (AP) Drs Dody Hapsoro.Pembekuan izin KAP Tahrir berdasarkan
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 397/KM 1/2008, terhitung mulai tanggal 11 Juni
2008. Sementara AP Drs Dody Hapsoro, melalui Keputusan Menteri Keuangan Nomor
409/KM.1/2008, terhitung mulai 20 Juni 2008. Menurut Kepala Biro Humas Depkeu
Samsuar Said, pembekuan atas izin usaha KAP Tahrir, merupakan tindak lanjut
setelah izin AP Tahrir Hidayat dibekukan oleh Menkeu. KAP Tahrir dibekukan
selama 24 bulan. Sedangkan AP Dody Hapsoro, dikenakan sanksi pembekuan selama
enam bulan.Pembekuan ini karena yang bersangkutan telah melakukan pelanggaran
terhadap Standar Auditing (SA) Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) dalam
pelaksanaan audit atas laporan keuangan konsolidasi PT Pupuk Sriwidjaya
(Persero) dan anak perusahaan tahun buku 2005."Selama masa pembekuan izin,
KAP Drs Tahrir Hidayat dan AP Drs Dody Hapsoro, dilarang memberikan jasa
akuntan publik, meliputi jasa atestasi yang termasuk audit umum atas laporan
keuangan, jasa pemeriksaan atas laporan keuangan prospektif, jasa pemeriksaan
atas pelaporan informasi keuangan proforma, review atas laporan keuangan, serta
jasa atestasi lainnya sebagaimana tercantum dalam SPAP," papar Samsuar
dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Sabtu (19/7/2008).Keduanya juga
dilarang memberikan jasa audit lainnya serta jasa yang berkaitan dengan
akuntansi, keuangan, manajemen, kompilasi, perpajakan, dan konsultasi sesuai
dengan kompetensi AP dan peraturan perundang-undangan yang berlaku .Sementara,
Menkeu mewajibkan KAP Drs Tahrir Hidayat untuk memelihara Laporan Auditor
Independen, atas kerja pemeriksaan dan dokumen lainnya. AP Dody Hapsoro juga
dilarang menjadi pemimpin dim atau pemimpin rekan dan atau pemimpin cabang KAP,
serta wajib mengikuti Pendidikan Profesi Berkelanjutan (PPL). "Apabila dalam jangka waktu paling lama enam bulan sejak berakhirnya masa pembekuan izin tidak melakukan pengajuan kembali permohonan persetujuan untuk memberikan jasa, AP dan KAP maka izin tidak melakukan pengajuan kembali permohonan persetujuan untuk memberikan jasa, sanksi dikenakan pencabutan izin," pungkasnya.
serta wajib mengikuti Pendidikan Profesi Berkelanjutan (PPL). "Apabila dalam jangka waktu paling lama enam bulan sejak berakhirnya masa pembekuan izin tidak melakukan pengajuan kembali permohonan persetujuan untuk memberikan jasa, AP dan KAP maka izin tidak melakukan pengajuan kembali permohonan persetujuan untuk memberikan jasa, sanksi dikenakan pencabutan izin," pungkasnya.
9. Dewan Pers menganggap RCTI telah
melanggar kode etik Jurnalistik.
Dewan Pers memutuskan, stasiun televisi RCTI melanggar Pasal 1 dan Pasal
3 Kode Etik Jurnalistik soal kejelasan sumber informasi terkait pemberitaan
soal “Dugaan Pembocoran Materi Debat Capres” yang ditayangkan dalam program
Seputar Indonesia Sore pada 11 Juni 2014, Seputar Indonesia Malam pada 11 Juni
2014, dan Seputar Indonesia Pagi pada 12 Juni 2014.
Pada berita tersebut, RCTI mengatakan adanya pembocoran materi debat
calon presiden yang menguntungkan pasangan capres-cawapres Joko “Jokowi” Widodo
dan Jusuf Kalla. Dewan Pers menilai, sumber pemberitaan tersebut tidak jelas.
Stasiun televisi milik Hary Tanoesoedibjo, yang mendukung pasangan
capres-cawapres saat itu, Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, dinilai tidak memiliki
dokumen yang kuat untuk mendukung tudingannya.
“Konfirmasi yang sudah dilakukan oleh teradu (RCTI) kepada Komisioner KPU
dan tim sukses Jokowi-JK tidak dapat menutupi lemahnya sumber informasi atau
data yang dapat menjadi landasan teradu dalam memberitakan isu bocornya materi
debat capres,” demikian isi putusan Dewan Pers No 27/PPD-DP/XI/2014 yang
ditandatangani Ketua Dewan Pers Bagir Manan, Jumat (21/11/2014).
Dewan Pers mengatakan, seharusnya RCTI melakukan verifikasi terlebih
dahulu terhadap informasi tersebut sebelum menayangkannya demi memenuhi prinsip
keberimbangan.
“Penayangan berulang-ulang berita yang tidak jelas sumbernya tidak sesuai
dengan prinsip jurnalistik yang mengedepankan akurasi, independensi, dan tidak
beriktikad buruk,” kata Bagir dalam putusannya.
Dewan Pers pun merekomendasikan RCTI untuk mewawancarai Komisioner KPU
Pusat selaku prinsipal, dan menyiarkannya sebagai hak jawab. RCTI juga dituntut
meminta maaf kepada publik dan menyiarkan pernyataan penilaian dan rekomendasi
Dewan Pers.
Hal ini diputuskan setelah adanya laporan dari Dandhy D Laksono selaku
warga, dan Arian Rondonuwu selaku
karyawan RCTI ke Dewan Pers pada 16 Juli 2014. Sebelum memutuskan, Dewan Pers
telah mengundang Dandhy, Raymond, dan pihak RCTI pada 5 September 2014 untuk
memberikan penjelasan dan klarifikasi
Solusi dari kasus ini adalah sebaiknya RCTI yang merupakan statsiun
televisi swasta yang cukup besar harus bisa lebih berhati-hati dalam memberikan
informasi. Apalagi ini masalah debat capres dan cawapres, secatra tidak
langsung pihak RCTI telah memfitnah dari calon capres dan capres terkait.
Karena seorang jurnalis tentunya sudah tau etika jurnalis yang telah di
buat salah satunya yaitu harus profesional dalm mengambil situasi. Masyarkat
sudah menegetahui bahwa pihak RCTI yang
bernaung dalam MNC group memang memilih pasangan PRABOWO-HATTA, ini sungguh
angat disayangkan kenapa RCTI bisa melakukan hal itu dan melanggar kode etik.
Diharapkan ini jadi pelajaran bagi RCTI dan seluruh stasiun televisi
swasta Indonesia harus bisa lebih professional dalam melakukan pejerjaan nya
harus bisa membedakan mana masalah pribadi dan umum.
10. Kasus Manipulasi Laporan
Keuangan PT KAI
Diduga terjadi
manipulasi data dalam laporan keuangan PT KAI tahun 2005, perusahaan BUMN itu
dicatat meraih keutungan sebesar Rp, 6,9 Miliar. Padahal apabila diteliti dan
dikaji lebih rinci, perusahaan seharusnya menderita kerugian sebesar Rp. 63
Miliar. Komisaris PT KAI Hekinus Manao yang juga sebagai Direktur Informasi dan
Akuntansi Direktorat Jenderal Perbendaharaan Negara Departemen Keuangan
mengatakan, laporan keuangan itu telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik S.
Manan. Audit terhadap laporan keuangan PT KAI untuk tahun 2003 dan
tahun-tahun sebelumnya dilakukan oleh Badan Pemeriksan Keuangan (BPK), untuk
tahun 2004 diaudit oleh BPK dan akuntan publik.
Hasil audit tersebut
kemudian diserahkan direksi PT KAI untuk disetujui sebelum disampaikan dalam rapat
umum pemegang saham, dan komisaris PT KAI yaitu Hekinus Manao menolak
menyetujui laporan keuangan PT KAI tahun 2005 yang telah diaudit oleh akuntan
publik. Setelah hasil audit diteliti dengan seksama, ditemukan adanya
kejanggalan dari laporan keuangan PT KAI tahun 2005 :
Pajak pihak ketiga
sudah tiga tahun tidak pernah ditagih, tetapi dalam laporan keuangan itu
dimasukkan sebagai pendapatan PT KAI selama tahun 2005.
Kewajiban PT KAI untuk
membayar surat ketetapan pajak (SKP) pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar Rp
95,2 Miliar yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak pada akhir tahun
2003 disajikan dalam laporan keuangan sebagai piutang atau tagihan kepada
beberapa pelanggan yang seharusnya menanggung beban pajak itu. Padahal
berdasarkan Standart Akuntansi, pajak pihak ketiga yang tidak pernah ditagih
itu tidak bisa dimasukkan sebagai aset. Di PT KAI ada kekeliruan direksi dalam
mencatat penerimaan perusahaan selama tahun 2005.
Penurunan nilai
persediaan suku cadang dan perlengkapan sebesar Rp 24 Miliar yang diketahui
pada saat dilakukan inventarisasi tahun 2002 diakui manajemen PT KAI sebagai
kerugian secara bertahap selama lima tahun. Pada akhir tahun 2005 masih tersisa
saldo penurunan nilai yang belum dibebankan sebagai kerugian sebesar Rp 6 Miliar,
yang seharusnya dibebankan seluruhnya dalam tahun 2005.
Bantuan pemerintah
yang belum ditentukan statusnya dengan modal total nilai komulatif sebesar Rp
674,5 Miliar dan penyertaan modal negara sebesar Rp 70 Miliar oleh manajemen PT
KAI disajikan dalam neraca per 31 Desember 2005 sebagai bagian dari hutang.
Akan tetapi menurut Hekinus bantuan pemerintah dan penyertaan modal harus
disajikan sebagai bagian dari modal perseroan.
Manajemen PT KAI tidak
melakukan pencadangan kerugian terhadap kemungkinan tidak tertagihnya kewajiban
pajak yang seharusnya telah dibebankan kepada pelanggan pada saat jasa
angkutannya diberikan PT KAI tahun 1998 sampai 20asi data dalam laporan
keuangan PT KAI tahun 2005, perusahaan BUMN itu dicatat meraih keutungan
sebesar Rp, 6,9 Miliar. Padahal apabila diteliti dan dikaji lebih rinci,
perusahaan seharusnya menderita kerugian sebesar RpPerbedaan pendapat terhadap
laporan keuangan antara komisaris dan auditor akuntan publik terjadi karena PT
KAI tidak memiliki tata kelola perusahaan yang baik. Ketiadaan tata kelola yang
baik itu juga membuat komite audit (komisaris) PT KAI baru bisa dibuka akses
terhadap laporan keuangan setelah diaudit akuntan publik. Akuntan publik yang
telah mengaudit laporan keuangan PT KAI tahun 2005 segera diperiksa oleh Badan
Peradilan Profesi Akuntan Publik. Jika terbukti bersalah, akuntan publik itu
diberi sanksi teguran atau pencabutan izin praktek
Perbedaan pendapat
terhadap laporan keuangan antara komisaris dan auditor akuntan publik terjadi
karena PT KAI tidak memiliki tata kelola perusahaan yang baik. Ketiadaan tata
kelola yang baik itu juga membuat komite audit (komisaris) PT KAI baru bisa
dibuka akses terhadap laporan keuangan setelah diaudit akuntan publik. Akuntan
publik yang telah mengaudit laporan keuangan PT KAI tahun 2005 segera diperiksa
oleh Badan Peradilan Profesi Akuntan Publik. Jika terbukti bersalah, akuntan
publik itu diberi sanksi teguran atau pencabutan izin praktek
SUMBER :
-
(http://economy.okezone.com/read/2007/11/23/21/63024/bapepam-lk-jatuhkan-sanksi-rp5-964-m diakses pada 20-11-2016 pkl. 09.26
- (http://atiefariati.blogspot.com/2012/01/contoh-kasus-pelanggaran-etika-profesi.html diakses pada 20-11-2016 pkl. 10.03
- (http://economy.okezone.com/read/2008/07/19/20/129076/menkeu-bekukan-izin-kap-tahrir-hidayat-ap-dody-hapsoro
diakses pada 20-11-2016 pkl. 10.48
- http://rannypurnamasari.blogspot.co.id/2013/01/contoh-5-kasus-pelanggaran-etika.html diakses pada 20-11-2016 pkl. 11.13
-